10:58:51 DAERAH RANTAU (2) | |
Melanjutkan postingan sebelumnya IV. Rantau Nan Sambilan (Negeri Sembilan) Daerah rantau ini terletak di Malaysia sekarang. Nagarinya adalah Sungai Ujong, Jelebu, Jehol, Rembau, Segamat, Naniang, Kelang, Pasir Besar, dan Jelai. WILAYAH PASISIA Wilayah pasisia adalah daerah sepanjang pantai barat Pulau Sumatra bagian tengah, membentang dari perbatasan Minangkabau dengan Tapanuli selatan hingga Muko-Muko (Bengkulu). Wilayah pasisia lazim dibagi dua: I. Pasisia Tiku Pariaman 1. Ranah Pasisia 2. Padang Salapan Suku 3. Piaman Laweh II. Pasisia Pasaman Sasak jo Kinali, Parik Batu jo Koto Baru, Padang Tujuah jo Aua Kuniang, Lubuak Pudiang jo Aia Gadang, Sontang Muaro Kiawai, Sungai Aua jo Ujuang Gadiang, Parik jo Aia Bangih, Pinaga jo Kajai, Talu jo Sinurut, Cubadak jo Simpang Tonang, Rao jo Padang Nunang, Panti Lubuak Sikapiang, Bonjo jo Kumpalan, Malampeh Alahan Mati Cadang Panjang jo Aia Manggi. Suku Minangkabau atau Minang atau seringkali disebut Orang Padang adalah suku yang berasal dari provinsi Sumatera Barat. Suku ini terutama terkenal karena adatnya yang matrilineal walau orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam. Suku Minang terutama menonjol dalam bidang perdagangan dan pemerintahan. Kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan,Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini, populer dengan sebutan,masakan Padang sangat terkenal. Suku Minang pada masa kolonial Belanda juga terkenal sebagai suku yang terpelajar. Oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Hindia-Belanda sebagai pengajar, ulama dan menjadi pegawai pemerintah. Di samping itu, mereka juga aktif dalam mengembangkan sastra Indonesia modern, dimana hal ini tampak dari banyaknya sastrawan Indonesia di pada masa 1920 - 1960 yang berasal dari suku Minang. Pada masa kolonial, kebanyakan dari mereka yang terpelajar ini datang dari suatu tempat bernama Koto Gadang, suatu nagari yang dipisahkan dari kota Bukittinggi oleh lembah yang bernama Ngarai Sianok. Sampai sekarang mayoritas suku Minang menyukai pendidikan, disamping tentunya perdagangan. Suku-suku dalam Etnik Minangkabau Dalam etnis Minangkabau terdapat
banyak lagi klan, yang oleh orang Minang sendiri hanya disebut dengan istilah
suku. Beberapa suku besar mereka adalah suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang,
Koto, Sikumbang, Malayu, Jambak; selain terdapat pula suku pecahan dari
suku-suku utama tersebut. Kadang beberapa keluarga dari suku yang sama, tinggal
dalam suatu rumah yang disebut Rumah Gadang. Suku Koto Dan dua kelarasan itu adalah
: Perbedaan antara dua kelarasan itu
adalah: Sekarang, suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari persamaannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut adalah: Suku Tanjung Sosial Kemasyarakatan Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap Nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin-pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan Kebudayaan Dalam pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minang menganut pola matrilineal, yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam. Meskipun menganut pola matrilineal, masyarakat suku Minang mendasarkan adat budayanya pada syariah Islam. "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai." Upacara dan Festival Turun mandi Kesenian Randai Kerajinan Tangan Songket yang dikerjakan oleh Pandai Sikek Makanan Rendang Minang Perantauan Rumah Gadang Minang perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim, 1973 (Merantau, Minangkabau Voluntary Migration, University of Singapore), pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, tetapi pada tahun 1971, jumlah itu meningkat menjadi 44 %. Berarti hampir separuh orang Minang berada di luar Sumatra Barat. Melihat data tersebut, maka berarti ada perubahan cukup besar pada etos merantau orang Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut sensus tahun 1930, perantau tertinggi di Indonesia adalah orang Bawean (35,9 %), kemudian suku Batak (14,3 %), lalu Banjar (14,2 %), sedangkan suku Minang hanya sebesar 10,5 %. Saat ini diperkirakan jumlah Minang perantauan bisa mencapai 70 %, bahkan lebih. Hal ini berdasarkan penelitian acak, yang menyebutkan setiap keluarga di ranah Minang, dua pertiga saudaranya hidup di perantauan[rujukan?]. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan. Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Migrasi besar-besaran pertama terjadi pada abad ke-15, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke Negeri Sembilan, Malaysia. Kemudian gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-19, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak privelese untuk mendiami kawasan kerajaan Riau-Lingga. | |
|
Total comments: 0 | |