Minggu, 28 Apr 2024, 3:54:20

12:08:19
BARIH JO BALABEH (1) | MENURUT TAMBO ADAT MINANGKABAU

Dahulu Minang Kabau tidak memiliki hukum positif, yang ada hanya hukum rimba "SiapaKuat Siapa malanda, siapa tinggi siapa manimpa" kemudian oleh dua orang bijak yaitu Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nan Sabatang membuat sebuah perangkat Hukum Adat/Suku agar diperoleh Perdamaian dalam nagari dimana "nan lemah dilindungi dan keadilan bagi semua anak nagari.

Agar mudah mengawasinya dibuatlah ukuran untuk baik atau buruk suatu tindakan  dan perbuatan "Di ukua jo jangko, dibari balabeh, dicupak jo gantang, dibungka jo naraco, disuri jo banang".

Adapun waris yang diterima, berupa pesan orang tua-tua dahulunya:
Nan sebaris berpantang hilang, setapak berpantang lupa.
Kalau hilang nan sebaris, kepada guru coba tanyakan.
Kalau lupa yang setapak, carilah tunggul bekas tebangannya.

Nan asal-mula, Allah.
Dua, bumi.
Tiga, hari
Nan satu empat, air sembahyang
Lima, pintu rejeki.
Enam, janin dalam kandungan ibunya.
Tujuh, pangkat manusia.
Delapan, pangkat surga.
Sembilan, pangkat Muhammad.
Kesepuluh Muhammad jadi, di situ berkata tuhan kita.

Kun, katanya Allah.
Fayakun, kata Muhammad.

Nabikun, kata Jibrail.
Yaa Ibrahi, kata bumi dan langit.
Kibrakun, kata Adam, jadi segala pekerjaan

Apa nan terjadi
Sejak dari Luah dengan Qalam sampai ke Arasy dengan Kurisyi, semua surga dengan neraka, hingga bulan dengan matahari, langit serta bumi dengan semua isinya terkadung di dalam wahdaniah tuhan.

Adalah lima perkara
Mana yang lima perkara itu.

Tanah baki, tanah baku, tanah hitam, tanah merah dengan tanah putih. (catatan: Manusia berasal dari tanah)

Tanah digengam oleh Jibrail,
dibawa terbang ke hadirat Tuhan, terhantar di atas meja,
di situ biji menjadi batang, di sana kapas menjadi benang,
di situ langit beranjak naik, di sana bumi menghantam turun,
di situ si kecil maka diberi nama, di sana yang besar diberi gelar,
di situ Adam bertempat, iya sebagai penunggu isi dunia

Karena lama-sangat lama, karena asal-berasal pula,karena bukit-tumbukan kabut, karena laut-empangnya muara.Habis tahun berganti tahun, maka melahirkanlah si ibu manusia, Siti Hawa, sebanyak empat puluh kurang satu atau 39 orang

Maka dikawinkanlah se orang kepada yang se orang yang bungsu tidak berjodoh, maka bernazarlah nabi Adam ketika itu.

"Ya Allah, ya rabbil alamin, perkenankanlah aku dengan anak cucu aku kesemuanya."

Kehendak sedang dipenuhi, permintaan sedang dikabulkan, maksud sedang diterima Tuhan.Berfirmanlah Tuhan kepada Jibrail.

Hai malaikat Jibrail, pergilah engkau ke surga nan delapan. Kabarkan kepada anak bidadari yang bernama Puti Dewanghari, anak dari Puti Andarasan bahwa dia akan diambil oleh Sutan Rajo Alam di atas dunia.Maka terbanglah Jibrail ke surga nan delapan mengabarkan kepada Puti Dewanghari, bahwa dia akan dipasangkan dengan Sutan Rajo Alam di atas dunia.Maka memandanglah Puti Dewanghari ke atas dunia, tampaklah anak Adam di atas alam Sigumawang, antara huwa dengan hiya dikandung Abun dengan Makbun.

Wallahualam.
Besar hati, maka dikumpulkannya alat-peragat kesemuanya, iyalah payung-panji kuning, payung berjepit timbal-balik, lengkap serta umbul-umbul merawal kuning, seperti alas kaki-selop bertahtakan intan berlian buatan orang di surga, maka bertemulah mereka di puncak bukit Qaf, lalu dinikahkan oleh tuan kadi Rambun Azali di pangkal titian Tujuh, di bawah nisan nan keramat.

Maka dibakarlah kemenyan putih, asap menjulang ke udara, terkejut sekalian malaikat, tercengang semua bidadari, menyembar kilat di langit, bergegar petir atas bumi, terang benderang terus ke langit yang ke tujuh, terhentak ke hadirat tuhan sebagai saksi pernikahan.

Lama, sudah lama sekali, habis hari berganti bulan, habis bulan berganti tahun, salah seorang anak cucu beliau yang bergelar Sutan Sikandarareni (Iskandar Zulkarnain) menjadi raja berkuasa seluruh dunia dan mempunyai keturunan.

Yang pertama, Sutan Maharaja Alif, kedua Sutan Maharaja Depang, dan yang ketiga Sutan Maharajo Dirajo.

Sutan Maharaja Alif memerintah di Banuruhum (benua Rum).
Sutan Maharaja Depang
memerintah di negeri Cina, sedangkan Sutan Maharajo Dirajo pergi ke pulau Perca, memerintah di Pariangan Padang Panjang, di kaki gunung Merapi di negeri yang belum bernama Minang Kabau.

Sutan Maharajo Dirajo

Adapun Sutan Sikandareni, rajo alam nan arif bijaksana, melihat anak sudah beranjak dewasa, yang sudah masak berlatih silat dengan pengajaran, timbul niat dalam hati hendak menyuruh anak pergi merantau mancari ilmu serta pengalaman.

Terpikirlah pada masa itu dengan apa anak akan dilepas berlayar ke lautan luas.Terbayanglah sebatang kayu besar yang tumbuh di hulu batang Masia (Egypt) bernama kayu Sajatalobi, daunnya rimbun, rantingnya banyak, batang panjang lurus pula.

Muncul pikiran hendak menebangnya guna dibuat pencalang tiga buah untuk melepas anak pergi merantau.
Maka dikumpulkan semua cerdik pandai di tanah Arab

Dibawa kapak dan beliung untuk menebang kayu tersebut, sudah banyak orang menebang, sudah tujuh puluh tujuh beliuang sumbing, sudah tiga puluh tiga kapak yang patah, namun batang kayu besar itu tidak juga kunjung rebah, apakah gerangan penyebabnya.

Karena rukun syarat belum terpenuhi, maka datanglah orang cerdik pandai memberi petunjuk-pengajaran, lalu dikumpulkanlah orang banyak.
Disembelih kibasy dan unta, dibakar kemenyan putih, asap menjulang ke udara, orang mendoa kesemuanya, memintaklah Sutan Sikanderani "Ya Allah, ya rabbil alamin, perkenankanlah aku menebang kayu Sajatalobi untuk mengarungi lautan luas."

Keinginan sedang dikabulkan, permintaan ada diterima, berguncanglah hulu batang Masie, gempa nagari tujuh hari tujuh malam, sehingga banyak kayu yang rebah termasuk batang Sajatalobi.Oleh orang yang berilmu diambil daun dan batangnya.
Daun diramu menjadi tinta, kulit disamak menjadi kertas guna menuliskan kalam Ilahi dipakai mengaji umat nan banyak.

Kulit batangnya dibuat menjadi kain untuk beribadat kepada Allah.Kalau berdenyut empu jari kaki, menyentak ke ubun-ubun, mata hijau, nafas berlalu, dunia berpindah ke akhirat, sakit kita dalam kubur sengketa sampai ke padang mahsyar, hangat cahaya tiang arasy, lapuk berserak di neraka.

Tapi kalau kita ada sembahyang, Kur'an dan hadis menjadi pedoman, suruh dikerjakan, tegah dihentikan, sepanjang kabar dari guru-guru kita, maka elok masuk punca ke hulunya, bilangan dunia kalau dipahami, janji akhirat kalaulah tiba, pesan nagari kalau lah datang, janji dahulu ditepati, dunia berpindah ke akhirat, senanglah diri di dalam kubur, lepas ke tengah padang mahsyar, teduh cahaya tiang arasy, pulanglah kita ke surga, melihat junjungan bersanding dengan khadijah dalam surga jannatun naim.

Rebahlah kayu Sajatalobi, batangnya dikerat menjadi tiga untuk pembuat pencalang tiga pula.Satu pencalang Sutan Maharaja Alif, satu pencalang Maharajo Depang dan satu lagi pencalang untuk Sutan Maharajo Dirajo.

Hari petang, malampun datang, dipanggil anak kesemuanya, diberi petunjuk-pengajaran sebagai ganti bekal merantau.

Jatuh kepada Sutan Maharaja Alif menerima mahkota emas, Sutan Maharaja Depang menerima bekal berbentuk perkakas tukang, Sutan Maharajo Dirajo menerima kitab berisi undang.

Ayam berkokok subuhpun tiba, hari pagi matahari terbit, berangkatlah anak ketiganya.Adapun Sutan Maharaja Alif tambonya ditutup, belum akan dibuka saat ini.
Tentang Sutan Maharaja Depang kisah habis sampai di sini saja !

Sutan Maharaja Dirajo terus berlayar ke pulau Perca, berkawan dengan Syeh Soleh yang bergelar Cateri Bilang Pandai, orang cerdik bijak arif cendekia, anak orang hulu sungai Masia.

Diperjalanan bertambah kawan yang seorang bergelar Harimau Campa, yang seorang lagi bergelar Kambing Hutan, yang ketiga bergelar Kucing Siam, yang seorang lagi parewa (preman) nan bergelar Anjing Mualim.

  • Adapun Cateri Bilang Pandai - orang pandai menarah-menelakang, mahir menjarum-manjarumek, bisa mematri dengan air liur, pandai bersisir di dalam air - mampu memanah dalam kelam, kelam-temaram gila buta, bersilang saja anak panahnya, langsung kena di sasarannya - pandai membuat sambang loji nan berpasak dari dalam - belum diraih sudah terbuka - langsung tiba di tujuannya

  • Begitu pula si Harimau Campa, orang berani dari India, badan berbulu sekujur tubuh  orang takut untuk melawan, bila memukul laksana guruh, cepat kaki bak petir - bila kena gunung, gunungpun runtuh - kena batu, batupun pecah - pandai menyambut dengan menangkap, pintar mengipas dan melepas - pandai bersilat serta berkiat, kalau melompat laksana kilat

  • Kalau disebut Kambing Hutan, karena betanduk di kepala - kencang berlari di dalam rimba, tahu di padang nan berliku, tahu di tanjung yang berbelit, mengerti di lurah nan berbatu, paham di akar yang akan melilit - berbenak di empu kaki, beraja di hati, bersutan di mata, keras hati allahurabbi - kalau masalah berhitung letak di belakang

  • Dikaji pula Kucing Siampandai menyuruk di ilalang sehelai - mengambil tidak kehilangan - sikap seperti Singa lelap, pandai menipu dengan menelikung, kalau melangkah tidak berdesir, melompat tidak berbunyi - konon lidahnya tidak berengsel, mulut manis bak tengguli - kalau menggaruk tidak berbekas, sudah pedih saja baru ketahuan

  • Begitu pula si Anjing Mualim parewa, preman yang datang dari Himalaya, mata merah bak saga, gigi tajam berbisa pula, nafas tahan, larinya kencang. Pandai mengintai di tempat terang, pandai bernafas di dalam bencah. Sebelum berhasil pantang menyerah, pandai menikam jejak tinggal, jejak ditikam mati juga - berhidung tajam bak sembilu - biar kampung sudah berpagar, dia sudah sampai di dalam

Barih jo Balabeh

Fakta dan interpretasi:

  • Mahkota emas Sijatajati yang berbentuk tanduk diabadikan masyarakat menjadi tengkuluk (tutup kepala) oleh kaum perempuan Minang.Sutan Sikandar Reni dalam al Qur'an disebut Iskandar Zulkarnain yang artinya raja yang mempunyai dua tanduk atau Alexander the Great, king of Macedonia
  • Berbeda dengan dengan Sutan Maharajo Alif (Barat) yang mengutamakan kekuasaan (mahkota) dan Sutan Maharaja Depang (Timur) yang mendahulukan keterampilan, maka menurut tambo Sutan Maharaja Dirajo (Minang Kabau) dituntut untuk mempelajari buku dan etika.

Selanjutnya tambo mengisahkan
Negeri yang belum bernama Minang Kabau ini bertahan ratusan tahun sepanjang umurnya Sutan atau Datuak Maharajo Dirajo yang diyakini sebagai manusia setengah dewa yang dianugrahi umur ratusan tahun.

Setelah beliau mangkat pemerintahan dilanjutkan oleh Datuak Suri Dirajo, penghulu kepercayaannya.

bersambung   __>>
BARIH JO BALABEH (2) | MENURUT TAMBO ADAT MINANGKABAU

Category: Minangkabau | Views: 3757 | Added by: dash | Rating: 4.0/1
Total comments: 0
dth="100%" cellspacing="1" cellpadding="2" class="commTable">
Nama *: Email:
Code *: