12:08:19 BARIH JO BALABEH (1) | MENURUT TAMBO ADAT MINANGKABAU | |
Dahulu Minang Kabau tidak memiliki hukum positif, yang ada hanya hukum rimba "SiapaKuat Siapa malanda, siapa tinggi siapa manimpa" kemudian oleh dua orang bijak yaitu Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nan Sabatang membuat sebuah perangkat Hukum Adat/Suku agar diperoleh Perdamaian dalam nagari dimana "nan lemah dilindungi dan keadilan bagi semua anak nagari. Agar mudah mengawasinya dibuatlah ukuran untuk baik atau buruk suatu tindakan dan perbuatan "Di ukua jo jangko, dibari balabeh, dicupak jo gantang, dibungka jo naraco, disuri jo banang". Adapun
waris yang diterima, berupa pesan orang tua-tua dahulunya: Nan asal-mula, Allah. Kun, katanya Allah. Nabikun, kata Jibrail. Sejak dari Luah dengan Qalam sampai ke Arasy dengan Kurisyi, semua surga dengan neraka, hingga bulan dengan matahari, langit serta bumi dengan semua isinya terkadung di dalam wahdaniah tuhan. Adalah
lima perkara Tanah baki, tanah baku, tanah hitam, tanah merah dengan tanah putih. (catatan: Manusia berasal dari tanah) Tanah digengam oleh Jibrail, Karena lama-sangat lama, karena asal-berasal pula,karena bukit-tumbukan kabut, karena laut-empangnya muara.Habis tahun berganti tahun, maka melahirkanlah si ibu manusia, Siti Hawa, sebanyak empat puluh kurang satu atau 39 orang
Maka dikawinkanlah se orang kepada yang se orang yang bungsu tidak berjodoh, maka bernazarlah nabi Adam ketika itu.
"Ya Allah, ya rabbil alamin, perkenankanlah aku dengan anak cucu aku kesemuanya."
Kehendak sedang dipenuhi, permintaan sedang dikabulkan, maksud sedang diterima Tuhan.Berfirmanlah Tuhan kepada Jibrail.
Hai malaikat Jibrail, pergilah engkau ke surga nan delapan. Kabarkan kepada anak bidadari yang bernama Puti Dewanghari, anak dari Puti Andarasan bahwa dia akan diambil oleh Sutan Rajo Alam di atas dunia.Maka terbanglah Jibrail ke surga nan delapan mengabarkan kepada Puti Dewanghari, bahwa dia akan dipasangkan dengan Sutan Rajo Alam di atas dunia.Maka memandanglah Puti Dewanghari ke atas dunia, tampaklah anak Adam di atas alam Sigumawang, antara huwa dengan hiya dikandung Abun dengan Makbun.
Wallahualam.
Maka dibakarlah kemenyan putih, asap menjulang ke udara, terkejut sekalian malaikat, tercengang semua bidadari, menyembar kilat di langit, bergegar petir atas bumi, terang benderang terus ke langit yang ke tujuh, terhentak ke hadirat tuhan sebagai saksi pernikahan. Lama, sudah lama sekali, habis hari berganti bulan, habis bulan berganti tahun, salah seorang anak cucu beliau yang bergelar Sutan Sikandarareni (Iskandar Zulkarnain) menjadi raja berkuasa seluruh dunia dan mempunyai keturunan. Yang pertama, Sutan Maharaja Alif, kedua Sutan Maharaja Depang, dan yang ketiga Sutan Maharajo Dirajo.
Sutan Maharaja Alif memerintah di
Banuruhum (benua Rum). Sutan Maharajo Dirajo Adapun Sutan Sikandareni, rajo alam nan arif bijaksana, melihat anak sudah beranjak dewasa, yang sudah masak berlatih silat dengan pengajaran, timbul niat dalam hati hendak menyuruh anak pergi merantau mancari ilmu serta pengalaman. Terpikirlah pada masa itu dengan apa anak akan dilepas berlayar ke lautan luas.Terbayanglah sebatang kayu besar yang tumbuh di hulu batang Masia (Egypt) bernama kayu Sajatalobi, daunnya rimbun, rantingnya banyak, batang panjang lurus pula. Muncul
pikiran hendak menebangnya guna dibuat pencalang tiga buah untuk melepas anak
pergi merantau. Dibawa kapak dan beliung untuk menebang kayu tersebut, sudah banyak orang menebang, sudah tujuh puluh tujuh beliuang sumbing, sudah tiga puluh tiga kapak yang patah, namun batang kayu besar itu tidak juga kunjung rebah, apakah gerangan penyebabnya. Karena
rukun syarat belum terpenuhi, maka datanglah orang cerdik pandai memberi
petunjuk-pengajaran, lalu dikumpulkanlah orang banyak. Keinginan
sedang dikabulkan, permintaan ada diterima, berguncanglah hulu batang Masie,
gempa nagari tujuh hari tujuh malam, sehingga banyak kayu yang rebah termasuk
batang Sajatalobi.Oleh orang yang berilmu diambil daun dan batangnya. Kulit batangnya dibuat menjadi kain untuk beribadat kepada Allah.Kalau berdenyut empu jari kaki, menyentak ke ubun-ubun, mata hijau, nafas berlalu, dunia berpindah ke akhirat, sakit kita dalam kubur sengketa sampai ke padang mahsyar, hangat cahaya tiang arasy, lapuk berserak di neraka. Tapi kalau kita ada sembahyang, Kur'an dan hadis menjadi pedoman, suruh dikerjakan, tegah dihentikan, sepanjang kabar dari guru-guru kita, maka elok masuk punca ke hulunya, bilangan dunia kalau dipahami, janji akhirat kalaulah tiba, pesan nagari kalau lah datang, janji dahulu ditepati, dunia berpindah ke akhirat, senanglah diri di dalam kubur, lepas ke tengah padang mahsyar, teduh cahaya tiang arasy, pulanglah kita ke surga, melihat junjungan bersanding dengan khadijah dalam surga jannatun naim.
Rebahlah kayu Sajatalobi, batangnya dikerat menjadi tiga untuk pembuat pencalang tiga pula.Satu pencalang Sutan Maharaja Alif, satu pencalang Maharajo Depang dan satu lagi pencalang untuk Sutan Maharajo Dirajo. Hari petang, malampun datang, dipanggil anak kesemuanya, diberi petunjuk-pengajaran sebagai ganti bekal merantau. Jatuh kepada Sutan Maharaja Alif menerima mahkota emas, Sutan Maharaja Depang menerima bekal berbentuk perkakas tukang, Sutan Maharajo Dirajo menerima kitab berisi undang. Ayam
berkokok subuhpun tiba, hari pagi matahari terbit, berangkatlah anak ketiganya.Adapun Sutan Maharaja Alif tambonya ditutup, belum akan dibuka saat ini. Sutan Maharaja Dirajo terus berlayar ke pulau Perca, berkawan dengan Syeh Soleh yang bergelar Cateri Bilang Pandai, orang cerdik bijak arif cendekia, anak orang hulu sungai Masia. Diperjalanan bertambah kawan yang seorang bergelar Harimau Campa, yang seorang
lagi bergelar Kambing Hutan, yang ketiga bergelar Kucing Siam, yang seorang
lagi parewa (preman) nan bergelar Anjing Mualim.
Fakta dan interpretasi:
Selanjutnya tambo
mengisahkan Negeri yang belum bernama Minang Kabau ini bertahan ratusan
tahun sepanjang umurnya Sutan atau Datuak Maharajo Dirajo yang diyakini sebagai
manusia setengah dewa yang dianugrahi umur ratusan tahun.
Setelah beliau mangkat pemerintahan dilanjutkan oleh Datuak Suri Dirajo, penghulu kepercayaannya. bersambung __>>
| |
|
Total comments: 0 | |