| 2:54:13 ASAL NAMA MINANGKABAU | |
| Disebutkan bahwa pada suatu masa datang Anggang dari lauik,
 bermaksud hendak menaklukan mereka. Pasukan yang datang dari laut 
tersebut berkekuatan besar, dan tidak mungkin dihadapi oleh suku bangsa 
ini. Mendapat kenyataan seperti itu, bermufakatlah Datuk Ketumanggungan dan 
Datuk Perpatih nan Sebatang serta Cati Bilang Pandai, untuk mencari akal
 bagaimana menghadapi musuh yang datang tersebut. Setelah berunding beberapa saat, akhirnya datanglah kata sepakat, bahwa
 untuk menghadapi lawan yang kuat, bukanlah dengan kekuatan pula. Lagi 
pula kekuatan yang ada pada mereka tidak mungkin menang melawan kekuatan
 besar itu. Cara yang terbaik adalah dengan tipu muslihat. Muslihat yang
 dipilih adalah dengan adu kerbau, antara mereka dengan musuh dari laut 
itu. Siapa yang menang dalam adu kerbau itu, dinyatakan sebagai pemenang
 pertempuran. Pasukan musuh menyanggupi pertarungan adu kerbau itu. Mereka membawa 
seekor kerbau yang sangat besar, tanduknya saja berjarak empat depa. 
Sekali lagi Datuk nan baduo (Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sebatang) serta Cati Bilang, berunding untuk menghadapi kerbau aduan lawan. Oleh Cati Bilang Pandai diusulkan agar kerbau yang besar itu ditandingi
 dengan kerbau kecil yang masih dalam menyusu. Kerbau kecil tersebut 
dipisahkan dari ibunya selama seminggu, dibiarkan haus (tidak menyusu). Pihak musuh telah yakin akan kemenangan kerbau mereka. Apalagi setelah 
melihat kerbau lawan hanyalah seekor kerbau kecil yang kurus kerempeng. 
Namun mereka tidak mengetahui bahwa kerbau kecil itu dilengkapi dengan 
tanduk yang terbuat dari besi runcing. Sorak-sorai bergema ketika kedua binatang aduan itu dilepas ke 
gelanggang. Kerbau besar mendengus-dengus melihat lawannya hanyalah 
seekor kerbau kecil. Dan kerbau kecil mengira lawannya adalah induknya. 
Induknya yang sudah lama tidak menyusukannya. Segera saja kerbau kecil 
tersebut berlari kencang, menyeruduk ke bawah perut "induknya”.  Kerbau besar terpaku, ia tidak sempat berbuat apa-apa. Tanduk besi 
kerbau kecil meretas perut kerbau besar. Ia berlari kesakitan dengan 
perut yang terbusai (keluar isi perutnya). Kampung tempat larinya kerbau
 dengan perut terbusai itu, dinamai Simpuruik.
 Dan kerbau itu terus berlari, lalu rebah di suatu kampung. Masyarakat 
kampung itu mengambil kulit kerbau itu. Kampung itu dikenal dengan nama Sijangek. Sejak kemenangan adu kerbau tersebut maka wilayah ini disebut Minangkabau (Menang kabau). Dalam suatu hikayat bahwa kata Minangkabau berasal dari mainang kabau artinya memelihara kerbau. Sedang Poebatjaraka berpendapat kata Minangkabau berasal dari Minanga Tamwa,
 yang artinya pertemuan dua buah sungai, yaitu sungai Kampar Kiri dan 
Kampar Kanan. Sementara itu menurut Van de Turk, Minangkabau itu berasal
 dari Pinang Kabu, ialah tanah asal Sutan Muhammad Zain berpendapat Minangkabau itu berasal dari Binanga Kanvar, yaitu Muara Kampar. Di sinilah dulu pusat kerajaan Minangkabau. Dari berita Tionghoa disebutkan bahwa di Muara Kampar itu dulunya terdapat bandar yang sangat ramai. Hal ini memperkuat pendapat Muhammad Zain Namun bagi non Minangkabau (termasuk anak kemanakan Minang) nama tersebut kurang bisa diterima. Mereka lebih suka mencari data yang lebih akurat, dari bahasa dan sejarah. Masalah ini akan kita bahas lebih lanjut pada bab berikutnya. Catatan kaki: AA.Navis-Opcit- Seorang Duta yang dari Sumatra bernama Rachias telah 
berkunjung ke Kaisar Romawi, Caludius Ptlomeus dari Yunani telah 
ditemukan sebuah kota yang bernama Argyre atau kota Perak sebagai 
ibukota dari Jabadicu, yang kemudian disimpulkan sebagai Jawadwipa. Maka
 boleh jadi Duta Rachias berasal dari kota Argryre. Dalam peta itu 
dicantumkan suatu tempat yang dinamakan dengan golden khersonese sebagai wilayah kaya yang kaya dengan emasnya. Sehingga pujangga Walmiki mencantumkan wilayah itu dengan nama Suwarnadwipa yang artinya pulau emas. Cati Bilang Pandai adalah tokoh yang tidak mengenal waktu dan ruang. 
Dalam Tambo, ia ditampilkan bersama Datuk Ketumanggungan dan Datuk 
Perpatih nan Sebatang, juga tidak mengenal waktu dan ruang. Tampaknya 
ketiga tokoh ini dimunculkan untuk menyelesaikan masalah. Versi lain, mengisahkan mahkota Maharaja Diraja yang terjatuh ke dalam laut, bukan ditarik oleh pantulan Kaca Camin Taruih tapi Cati Bilang Pandai membuat duplikat mahkota tersebut lewat kaca tersebut. sumber:tambodunia.blogpot.com | |
|  | |
| Total comments: 1 | |
|  | |
 
 